Hamas yang tak Lagi Misteri 17.45

''Susah ya mau bertemu dengan orang Hamas? Di televisi, ada relawan yang baru pulang dari Gaza bercerita, dia mesti berganti kendaraan beberapa kali. Penghubungnya juga tak hanya sekali melakukan kontak per telepon, sebelum akhirnya bisa bertemu tokoh Hamas,'' tanya seorang kawan yang menjemput di Bandara Soekarno-Hatta, sepulang kami dari Palestina.

Komentar yang agak aneh buat kami. Sebab, selama di Gaza, rasanya tak ada yang misterius tentang Hamas. Semua serba terbuka. Dan memang semestinya Hamas tidak perlu diapresiasi sebagai gerakan bawah tanah, rahasia, penuh misteri, dan sebagainya.

Berbagai data tentang organisasi yang oleh Pemerintah Amerika Serikat digolongkan sebagai teroris itu mudah didapat di internet. Mulai riwayat pendiriannya, siapa tokoh yang pernah memimpin, ideologi, dan lainnya.

Masuk ke Jalur Gaza pada Selasa (27/1), delapan hari sejak gencatan senjata diteken, kami sebelumnya sudah menjalin kontak dengan anggota Hamas atas jasa baik seorang teman. Nama yang direkomendasikan adalah Abu Mus'ab (31 tahun)--yang menjemput kami di gedung perbatasan Rafah, seorang anggota Izzuddin Alqassam, sayap militer Hamas.

Melaluinya, kami dikenalkan dengan Dr Fuad Nahal, seorang petinggi Hamas di wilayah selatan Gaza. Salah satu anak Dr Fuad, syahid dalam peperangan, dan seorang lagi masuk bui Israel dengan hukuman 20 tahun penjara.Satu nama lagi yang direkomendasikan untuk kami hubungi adalah Syekh Fathi (67). Syekh Fathi tinggal di Jabaliya, murabbi bagi para pemuda aktivis Hamas yang ikut membidani berdirinya organisasi itu bersama Syekh Ahmad Yasin.Bersama Syekh Fathi inilah kami paling banyak menghabiskan waktu berkeliling dan bertemu banyak orang di utara Gaza, terutama Jabaliya, wilayah yang kehancurannya mencapai 95 persen.

Mungkin yang menjadikan Hamas terkesan misterius adalah bungkus kepalanya, hanya menyisakan lubang mata dan mulut. Alasan mereka menggunakan penutup kepala itu, lebih karena warisan kebiasaan lama guna menyembunyikan identitas.Kebiasaan itu dimulai sejak awal intifadah pertama tahun 1987 untuk menghindari penangkapan oleh serdadu Israel. Waktu itu perlawanan belum sekuat sekarang.

Suasana keterbukaan terlihat dari bagaimana dengan mudahnya kami diajak menyambangi rumah Ismail Haniya, pimpinan teratas Hamas, yang cuma dijaga seorang anggota keamanan. Juga, mendatangi area latihan Alqassam; lubang-lubang terowongan yang sedang dalam pembuatan, sekitar 300 meter saja dari tembok perbatasan Mesir-Gaza.''Kami punya 1.900 lubang terowongan,'' kata Abu Mus'ab. Termasuk ketika kami diajak mengunjungi serdadu Alqassam yang berjaga malam di wilayah paling dekat dengan tembok perbatasan Israel-Gaza.

Sejak memenangkan Pemilu 2007 dengan perolehan suara 65 persen, bisa dikatakan Hamas yang merupakan kependekan dari Harakat al-Muqawwamatul Islamiyyah sudah betul-betul go public. Tidak ada sendi kehidupan di Gaza yang tak tersentuh aktivitas Hamas.Terlebih, saat perang yang dikobarkan Israel 27 Desember 2008 lalu, Hamas berusaha meringankan beban rakyat korban perang.

Juru bicara militer Hamas di wilayah utara Gaza, Abdulatif Alqanu'a (28), mengungkapkan, bantuan uang tunai dikucurkan: 1.000 dolar AS untuk setiap korban syahid, 500 dolar AS untuk yang terluka, dan 1.000 dolar AS untuk setiap rumah yang hancur.Pendidikan anak-anak mendapatkan perhatian besar Hamas. Terbukti dengan berdirinya lembaga sosial milik Hamas pimpinan Dr Fuad Nahal, Lajnah Al Ighatsah Wath-thawari yang berkedudukan di Rafah.Kami sempat diantarkan mengunjungi sebuah gedung madrasah ibtidaiyah (SD) tempat mendidik anak-anak yatim dari para orang tua yang syahid dalam peperangan. Mereka gratis bersekolah di situ. Sayangnya, gedung sekolah ini hancur dihantam 14 roket yang meluncur dari pesawat F16 Israel, sehari menjelang gencatan senjata.Sedih sekali raut muka mereka ketika menceritakan, bagaimana mereka berdoa agar gedung ini tak dijadikan sasaran burung-burung besi Israel. Namun, kesedihan yang sama tak terlihat ketika kami diantarkan ke kantor polisi di wilayah Rafah, yang lebih hancur lebur.

Sebuah organisasi sosial lainnya, Islamic Society Palestine di Jabaliya, meskipun tak secara tegas disebut sayap sosial Hamas, diurus oleh banyak anggota Hamas. Rumah ketuanya, Esam M Judah, luluh dibom Israel. Beserta keluarganya, dia terpaksa mengungsi ke rumah adiknya.Sedangkan wakil organisasi itu merupakan anggota parlemen Palestina dari Hamas. Mereka juga serius mengurusi pendidikan anak-anak.Salah satu pengurusnya, Abu Hudzaifah (33), saat kami temui mengatakan baru saja datang ke beberapa sekolah. Mereka membagikan baju seragam dan buku-buku pelajaran untuk anak-anak. Dengan tujuan, semangat belajar mereka tidak hilang, meski menjadi korban perang.Keseriusan mereka makin menonjol dalam hal belajar agama.

Seminggu sebelum Israel memulai perang, Ismail Haniya, sang perdana menteri, baru saja mewisuda 3.500 anak yang menyelesaikan hafalan Alquran 30 juz.Setiap selesai menghafal 10 juz, mereka mendapat hadiah 300 dolar AS. Bagi yang selesai keseluruhan, dihadiahi 800 dolar AS. Uang itu dimasukkan tabungan untuk bekal sekolah lebih tinggi.

Program menghafal Alquran biasa dijalankan pada liburan sekolah di musim panas, yang lamanya tiga bulan. Bahkan, Abu Mus'ab, di sela-sela kesibukannya sebagai tentara Alqassam, masih menyempatkan kuliah di jurusan Ilmu Syariah di Universitas Gaza. ''Persiapan untuk menempuh ujian sempat terganggu karena perang,'' katanya.

Hal menarik lainnya adalah bagitu rajinnya mereka mengucapkan salam, meski berpisah barang lima menit saja. Ucapan 'Ahlan wasahlan' bisa disampaikan berkali-kali bila kita berkunjung ke rumah mereka, dengan wajah yang sangat sumringah.Tak sedikit pula yang di tangannya selalu menenteng tasbih, dan tentu berzikir. Penyambutan mereka terhadap tamu sangat luar biasa. Sampai-sampai mereka mengada-adakan hanya demi bisa menjamu tamu dengan layak.

Masjid penuh di setiap waktu shalat. Subuh berjamaah meluber sampai baris paling belakang. Iseng saya pernah mencoba memerhatikan sewaktu khutbah shalat Jumat.Sedikit sekali di antara jamaah yang kepalanya tertunduk dan mata terpejam. Mereka serius menyimak khutbah. Khutbah yang disampaikan seputar pentingnya berjihad, mulianya syahid fisabilillah, serta anjuran jangan menyesal dan bersedih dengan segala derita akibat perang.Disampaikan dengan janji-janji Allah SWT dalam ayat-ayat Alquran dan hadis-hadis Nabi SAW. Tak heran bila mereka memaknai jihad dan mati syahid sebagai bagian dari mengamalkan agama dalam kehidupan yang cuma sekali.

''Palestina adalah bumi jihad, tanah yang diberkahi Allah SWT,'' ucap Syekh Fathi sambil melantunkan ayat pertama surat Al Isra' dan mengutip hadis Nabi SAW. Sempat saya memberanikan diri bertanya, apakah mereka berjuang untuk merebut kembali kemerdekaan? Berjuang atas tanah yang direbut Israel?Syekh Fathi menegaskan, ''Alasan perjuangan kami sama seperti perjuangan Khalifah Umar bin Khattab RA dan Shalahuddin Al Ayubi, yaitu mengembalikan bumi Alquds ke tangan umat Islam. Kewajiban ini tak hanya atas kami, tapi seluruh umat Islam. Cuma saja kami di garis terdepan saat ini.''

Sumber : Republika Online, 28 Februari 2009



Sofiah: Mengagumkan ya? Mungkin inilah sumber kekuatan mereka, hingga mereka tegar dan survive menghadapi perang selama puluhan tahun.

0 komentar:

Posting Komentar